Serangan Israel ke Iran Tidak Mudah

Thursday, February 11, 2010
KOMPAS.com - Setiap kali hubungan Iran-Barat menegang terkait program nuklir negeri para Mullah itu, Israel selalu menyembul dengan status turut memperkeruh suasana.
Ketegangan hubungan Iran-Barat terbaru dipicu akibat instruksi Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Minggu (7/2/2010), kepada Badan Tenaga Atom Iran. Badan itu diminta segera mulai melakukan pengayaan uranium hingga level 20 persen untuk keperluan riset bidang medis.
Para pejabat Israel kontan mengancam balik dengan mengutarakan tekanan politik, ekonomi, maupun militer terhadap Iran, seiring dengan hubungan tegang Iran-Barat itu.
Menteri Negara Israel untuk Urusan Strategis Moshe Yaalon, seperti dikutip harian Al Quds Al Arabi yang terbit di London, Selasa (9/2/2010), mengatakan, ”Tidak tertutup kemungkinan Israel memilih opsi militer untuk mencegah Iran memiliki senjata nuklir.”
Program pengayaan uranium ke level 20 persen, jika berhasil, akan membuka jalan lebar bagi Iran untuk menciptakan senjata nuklir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pertemuan dengan para duta besar Uni Eropa di Israel, Selasa, menyerukan agar sanksi segera dijatuhkan untuk melumpuhkan Iran. Netanyahu menegaskan, kini Iran jelas bergerak ke arah pembuatan bom nuklir.
Harian Al Quds Al Arabi memberitakan, dua kapal perang Israel telah tiba di kawasan Teluk Arab (Persia) melalui Terusan Suez sejak Senin lalu. Dua kapal perang Israel itu adalah kapal perusak Hrvah berbobot 700 ton dan kapal peluncur rudal INSHANIT berbobot 1.075 ton dengan panjang 85,6 meter dan lebar 11,8 meter.
Menanggapi ancaman Israel, Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki—seperti dikutip kantor berita Iran, Fars—mengatakan, Israel tidak dalam posisi mampu melakukan sebuah serangan. Dia pun memperingati Israel agar tidak melakukan kesalahan yang tidak bisa diprediksi dampaknya.
Lebih rumit
Kolonel Zeev Raz, tentara Israel yang ikut dalam aksi serangan terhadap reaktor nuklir Irak di Osirak tahun 1981, mengatakan, ”Jika Israel hendak menyerang jaringan reaktor nuklir Iran, terlebih dahulu harus ada perencanaan dan usaha yang jauh lebih besar dan rumit dibandingkan ketika menyerang Osirak.”
Menurut Raz, tidak mungkin Israel melakukan serangan lewat udara saja untuk melumpuhkan jaringan fasilitas nuklir Iran. Masalahnya, fasilitas nuklir Iran tersebar di wilayah yang sangat luas dan sebagian besar fasilitas nuklirnya berada di bawah tanah.
Raz mengatakan, Iran rupanya belajar dari pengalaman Irak. Iran membangun fasilitas nuklir di tempat terpisah dengan jarak antara satu dan lainnya berjauhan. Ini membuat pihak lain tidak mudah menyerangnya.
Karena itu, lanjut Raz, Israel harus menerjunkan pasukan darat dalam jumlah besar untuk melumpuhkan fasilitas nuklir Iran, seperti yang dilakukan AS di Irak tahun 2003 ketika menjatuhkan rezim Saddam Hussein di Baghdad.
Pengamat militer asal Suriah, Jenderal Fauzi Syueiby, juga mengatakan, tidak mudah bagi AS maupun Israel menyerang sasaran fasilitas nuklir Iran karena tersebar di wilayah yang sangat luas dan jumlahnya yang besar pula. ”Iran memiliki mesin pemroses uranium di 169 tempat terpisah dan tidak mudah dihancurkan,” ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, Iran memiliki kemampuan membalas serangan dari mana pun, mengingat Iran adalah negara besar dengan ekonomi dan militer yang relatif kuat, serta pengaruhnya yang besar di Timur Tengah.
Pendukung akan bantu
Menurut Syueiby, bukan hanya Iran sendiri yang akan membalas, tetapi juga kekuatan-kekuatan yang berada di bawah pengaruhnya, seperti Hezbollah di Lebanon, milisi-milisi Syiah di Irak dan Afganistan, Hamas di Palestina, serta kaum Syiah di negara-negara Teluk Arab.
Iran juga memiliki armada rudal Shahab 3 dan Sajjil yang memiliki jangkauan tembak sejauh 2.000 kilometer hingga 2.500 km. Armada rudal tersebut mampu mengenai sasaran di Israel, Turki, Eropa Timur, dan pangkalan-pangkalan AS di Timur Tengah.
Iran hari Senin lalu juga menyatakan akan segera membuat sistem pertahanan udara sendiri dengan kemampuan yang sama dengan rudal antipesawat buatan Rusia S-300. Iran hingga saat ini gagal mendapatkan S-300 dari Rusia karena tekanan Barat.
Rudal antiserangan udara S-300 dianggap bisa membantu Iran menjatuhkan pesawat tempur Israel atau Amerika yang akan mengebom fasilitas nuklir Iran.
Iran, seperti dikutip kantor berita Fars, juga mengumumkan keberhasilannya melakukan uji coba pesawat tanpa awak buatan lokal yang tidak dapat dideteksi radar. Iran tahun lalu secara mengejutkan mengumumkan telah berhasil membuat pesawat tanpa awak yang mampu terbang hingga sejauh 1.000 km. (MTH)


0 komentar:

Post a Comment